Minggu, 01 Maret 2009

Analogi pemuda dan pemilik rumah

Gw pengen nulis nih, walau gak bisa nulis. Tp mencoba lebih baik daripada nggak sama sekali. bener gak.

Beberapa hari yang lalau gw liat Peterpan duet dengan Iwan Fals, trus liriknya begini "ingin ku sembunyi.. tapi senyummu selalu mengikuti..." Waks.. kata-kata itu terngiang-ngiang dikepala gw. Alasannya...? wah kalau diceritain bakal panjang buanget, so.. analoginya begini:

Ada sebuah rumah indah berdiri cantik didepan mata seorang pemuda. Pemilik rumah berdiri dengan bangganya di halaman rumahnya. Lalu ia mengajak pemuda itu untuk mampir melihat betapa asrinya tamannya. Setelah mereka berbincang-bincang sebentar, pemilik rumah masuk kerumahnya meninggalkan pemuda itu. Karena melihat indahnya taman itu, sang pemuda pun penasaran untuk melihat isi rumah, maka ia segera menuju ke depan pintu.

Ketika tiba di depan pintu, ia mulai mengetuk. Beberapa lama.. tak terdengar jawaban dari dalam rumah. Dengan sabar pemuda itu menunggu di depan pintu. Rasa penasaran yang besar membuatnya rela berdiri diam disana dibawah teriknya sinar matahari. Kesabaran itu membuahkan hasil, tak lama kemudian pemilik rumah menyahut dari balik jendela, ia berjanji akan membukakan pintu. Tentu saja pemuda itu dengan senangnya dan lebih bersemangat tetap menunggu. Namun setelah sekian lama menunggu.. pintu tak juga dibukakan. Ia tidak berani untuk mengetuk sekali lagi mengingat ia sudah dijanjikan untuk masuk. Jadi pemuda itupun tetap menunggu.

Untuk apa ia bertahan menunggu? Karena ia yakin didalam rumah itu pasti lebih indah dari halamannya. Ia ingin merasakan nyamannya berada didalam sana, pendingin ruangan yang sejuk, sofa yang nyaman, tv yang besar, segelas jus dingin, ah.. banyak lagi yang pasti membuat ia betah disana. Maka berdiri capek dan kepanasan diluar pastilah tidak seberapa dibandingkan nikmatnya berada didalam rumah itu.

Setelah sekian lama.. pemuda tadi jadi bertanya-tanya.. apakah pemilik rumah lupa kalau ada tamu didepan pintunya? atau pemilik rumah itu enggan membiarkannya masuk? Pemuda itupun semakin gelisah.. apa yang harus dilakukan. Mengedor pintu kuat-kuat? mendobrak masuk? Hari semakin panas dan badan semakin letih. Pikir pemuda itu "setidaknya biarkan aku masuk melihat isi rumahmu dan bercakap-cakap denganmu". Benar juga.. kalau ternyata nantinya pemilik rumah tidak suka keberadaannya disana, bukankah cukup hanya dengan mempersilahkannya untuk pulang.

Pada akhirnya.. karena pemuda itu merasa tidak sopan untuk memaksa masuk, dan tidak sanggup untuk berdiri menunggu lebih lama lagi.. maka ia pun membalikkan badannya dan berjalan keluar dengan perlahan-lahan, dengan harapan pemilik rumah masih sempat berteriak memanggilnya masuk. Karena percayalah begitu pemuda itu keluar dari pagar rumah, maka ia takkan pernah kembali lagi.. menghilang untuk selamanya...

Nah lo.. begitu kira-kira. Ngerti gak?